Assalamu'alaikum warohmatullohi wabarokatuh]
Saudaraku..
Tidak bisa dipungkiri, makhluk yang namanya manusia pasti pernah mengeluh. Disadari atau tidak, mengeluh seperti sudah menjadi bagian dari hidup. Hanya saja, frekuensi dan kualitas keluhannya yang membedakan antara satu personal dengan personal lainnya.
Biasanya perbedaan ini terkait dengan tingkat pemahaman dan cara pandang seseorang tentang suatu masalah yang sedang ia hadapi. Sabar, ikhlas dan seberapa besar keinginan untuk mengubah sebuah keadaan menjadi lebih baik, biasanya akan meminimalisir keluhan.
Sebaliknya, sikap apriori, pesimis dan berburuk sangka terhadap kejadian yang sedang menimpa secara otomatis akan memunculkan keluhan-keluhan yang alih-alih mendapatkan penyelesaian, malah akan menambah ruwet dan bisa jadi menambah masalah baru.
Mengeluh Indikasi Tidak Bersyukur
•*´¨`*•.•*´¨`*•.
Allah Swt. berfirman dalam QS An-nahl : 18, artinya : “Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak dapat menentukan jumlahnya.”
Ketika seseorang hanyut dalam keluhan, panca inderanya pun tak mampu lagi memainkan perannya untuk melihat, mendengar, mencium dan merasakan nikmat yang bertebaran diberikan oleh Allah Swt. tak henti-hentinya. Hatinya serta merta buta dari mengingat dan bersyukur atas nikmat Allah yang tiada terbatas. Itulah sifat manusia yang selalu mempunyai keinginan yang tidak terbatas dan tidak pernah puas atas pemberian Allah kecuali hamba-hamba yang bersyukur dan itu hanya sedikit.
Pada zaman Sayyidina Umar al-Khattab, ada seorang pemuda yang sering berdoa di sisi Baitullah yang maksudnya: “Ya Allah! Masukkanlah aku dalam golongan yang sedikit.”
Mengeluh Hanya Pada Allah Swt
•*´¨`*•.•*´¨`*•.
Ketika sebuah kejadian yang tidak diinginkan menimpa seseorang, katakanlah ditimpa sebuah masalah yang berdampak menitikkan air mata, menyakitkan hati, membuat kepala berdenyut-denyut dan menjadikan seseorang itu merasa diberi ujian yang sangat berat dan tidak sanggup mengatasinya sendiri, sebuah tindakan manusiawi jika ia membutuhkan orang lain dalam penyelesaian masalahnya. Lalu, benarkah tindakannya jika ia mengeluhkan masalahnya kepada orang lain?
Begitu pula dengan nabi Ya’qub dan Nabi ayub, sebagaimana firman Allah dimana Nabi Ya’qup berkata , yang artinya, “Sesungguhnya aku mengeluhkan keadaanku dan kesedihanku hanya kepada Allah“ (Qs. Yusuf : 86).
Sebaiknya, mengeluhlah hanya kepada Allah SWT, karena sesungguhnya semua kejadian sudah menjadi sebuah ketentuan-Nya dan hanya Dia-lah sebaik-baik pemberi solusi. Tetapi dalam kondisi-kondisi dimana seseorang mengeluh (sharing) tentang masalahnya kepada orang yang ia yakini amanah dan dengan catatan untuk mendapatkan penyelesaian, maka dalam hal ini sebagian ulama memperbolehkan.
Membiasakan Diri dengan Mengeluh Positif
•*´¨`*•.•*´¨`*•.
Mengeluh positif ? ternyata mengeluh tidak selalu berkonotasi negatif. Tidak sabar menghadapi ujian, kurang ikhlas menerima ketentuan dan hasad/iri pada orang lain acap kali membuat diri menjadi tidak berdaya sehingga mengeluarkan kata-kata yang bermakna tidak puas yang merupakan perwujudan dari mengeluh. Tetapi, jika seseorang hasad/iri terhadap kebaikan dan amal saleh orang lain yang membuat dirinya termotivasi untuk berbuat hal yang sama bahkan lebih tanpa mengurangi/menghilangkan kebaikan orang lain tersebut maka hasad model ini dikategorikan sebagian ulama sebagai hasad yang positif.
Jadi, marilah kita sama-sama membekali diri dengan ketaatan hanya kepada Allah Swt. dengan cara senantiasa mendekatkan diri pada-Nya. Tidak pernah puas untuk mengkaji ilmu-ilmu-Nya agar dalam setiap desahan napas selalu mengaitkan dengan hukum-hukum-Nya.
Jika ada niat dan tekad dengan sungguh-sungguh, insya Allah ikhlas dan sabar akan menjadi perhiasan yang akan mewarnai akhlak kita sehari-hari dan kita dihindarkan dari lisan dan sikap yang sering berkeluh kesah. Cukuplah mengeluh positif dalam genggaman, yaitu mengeluh dalam rangka bermuhasabah dan berlomba-lomba dalam kebaikan sehingga dapat meraih derajat taqwa yang sesungguhnya. Wallahu’alam.
0 komentar:
Posting Komentar